Ditulis oleh :
Tirta Puteri Lestari,
Muhamad Pribadi
Apple dengan produk-produknya yang inovatif telah merevolusi industri teknologi. Dari mulai iPod hingga MacBook. Ada hal yang cukup menarik untuk kita telaah, mengenai bagaimana Apple yang semula memiliki 8.000 karyawan dengan pendapatan $7 miliar pada tahun 1997 dimana rata-rata pendapatan yang dihasilkan oleh satu karyawannya itu sebesar $900 ribu, hingga pada tahun 2019, berkembang dan melejit menjadi perusahaan yang membuka lapangan pekerjaan untuk 137.000 karyawan dengan pendapatan $260 miliar, dimana rata-rata pendapatan yang dihasilkan oleh satu karyawannya itu sebesar $2 juta. Dapat dilihat dari sini terdapat kenaikan 2x lipat pada tahun 2019 per karyawannya.
Struktur Organisasi Fungsional: Mendobrak Inovasi dengan Organisasi Fungsional
Steve Jobs beranggapan struktur organisasi konvensional dimana Apple terpecah menjadi beberapa unit bisnis dan yang pengelolaan untung-rugi dilakukan pada unit bisnis masing-masing. Hal ini tidaklah sejalan dengan pandangannya, menurut Steve manajemen konvensional seperti ini akan menghambat inovasi di perusahaan Apple. Maka dari itu, Steve Jobs merombak struktur organisasi perusahaan Apple yang semula menggunakan struktur organisasi konvensional menjadi struktur organisasi fungsional.
Langkah awal yang dilakukan Steve Jobs adalah memberhentikan semua general manager pada tiap unit bisnis. Kemudian memusatkan seluruh perusahaan dibawah satu tanggung jawab untuk pengelolaan untung dan ruginya. Lalu mengkolaborasikan seluruh departemen dengan dalam satu struktur organisasi fungsional, dimana perusahaan berjalan tanpa adanya general manajer konvensional. Dan, tiap departemen ini akan dipimpin oleh manajer yang ekspert di bidangnya untuk mensupervisi departemennya.
Hal ini dipandang dapat membuat Apple bersaing di pasar, mengingat kompetisi pasar saat ini cenderung bersifat disrupsi. Tentunya Apple membutuhkan seorang ekspertis yang memiliki intuisi dan penilaian yang kuat untuk memprediksi tingkat keberhasilan dari suatu produk inovasi. Selain itu, Apple berkomitmen untuk memberikan produk terbaiknya, dengan mempertimbangkan manfaat dan pengalaman dari pengguna produk apple dengan biaya yang dikeluarkan.
Sebagai contoh, IPhone 7 Plus memperkenalkan kamera dual-lens dengan mode potret pada tahun 2016, Apple menawarkan pengalaman pengguna yang signifikan yang sebanding dengan harga yang ditawarkan. Pemimpin senior Paul Hubel mengambil risiko yang cukup berani, dengan menawarkan kamera sebagai primadona dari iPhone 7 Plus yang tidak kalah saing dengan kamera profesional, hal ini meningkatkan reputasi Hubel dan timnya. Untuk menyeimbangkan biaya dan nilai tambah pada pengalaman pengguna, para pemimpin dengan keahlian mendalam di bidang mereka membuat keputusan. Struktur organisasi Apple menyelaraskan keahlian dan hak keputusan, kontras dengan struktur unit bisnis konvensional yang memprioritaskan akuntabilitas dan kontrol. Berlakunya struktur organisasi fungsional ini tentunya sejalan dengan model kepemimpinan yang mendasari struktur Apple, yang berfokus pada penyelarasan keahlian dan hak pengambilan keputusan pada tim.
Model Kepemimpinan: Pendekatan Kepemimpinan yang Berkembang untuk Skala Besar
“Bagaimana model kepemimpinan Apple dalam mengembangkan produk yang membutuhkan koordinasi dari berbagai tim dengan berbagai perspektif?”
Selama 20 tahun terakhir, strategi Apple dengan struktur fungsional telah menghasilkan inovasi serta kesuksesan bagi perusahaan. Seiring dengan pertumbuhan Perusahaan Apple yang exponensial. Apple dapat mendobrak dan memasuki pasar baru juga beralih ke teknologi baru. Tetapi hal ini bukan berarti Apple tidak mengalami tantangan, seiring pertumbuhan perusahaan, struktur fungsional dan model kepemimpinannya harus berkembang.
Expert lead expert, Roger Rosner, VP Aplikasi Apple harus bersaing dengan tantangan yang timbul dari pertumbuhan perusahaan yang luar biasa. Pertama, jumlah ekspert yang ada di perusahaan telah meledak selama dekade terakhir dalam hal jumlah karyawan dan jumlah proyek yang sedang berlangsung pada waktu tertentu. Kedua, ruang lingkup portofolionya telah melebar. Meskipun aplikasi adalah bidang keahlian intinya, beberapa aspek dari ini melibatkan hal-hal di mana Rosner bukan seorang ahli.
Dalam upaya mengatasi tantangan skala besar ini, Roger Rosner menerapkan Fleksibilitas dalam model kepemimpinan, ini sangat penting dalam setiap organisasi fungsional yang berkembang. Rosner telah memahami secara detail, terutama yang menyangkut aspek tingkat atas aplikasi perangkat lunak, kompetensi yang dia miliki. Dia juga berkolaborasi dengan manajer di seluruh perusahaan dalam proyek-proyek yang melibatkan area tersebut. Tetapi seiring dengan perkembangan perusahaan dan tanggung jawabnya, dia telah memindahkan beberapa hal dari kompetensi yang dia miliki menjadi suatu pengajaran. Sekarang dia menyalurkan kompetensinya dengan memandu dan memberikan umpan balik kepada anggota tim lain sehingga mereka dapat mengembangkan aplikasi perangkat lunak sesuai dengan norma Apple. Menjadi seorang pengajar, tidak berarti Rosner memberikan instruksi secara tertulis, melainkan dia memberikan kritik yang membangun dan sering kali penuh gairah terhadap pekerjaan timnya.
Dalam menerapkan struktur organisasi fungsional ini, terdapat tiga atribut karakteristik kepemimpinan yang perlu dimiliki oleh manajer Apple agar dapat menciptakan suatu keputusan dan solusi inovasi.
- Keahlian mendalam, Apple menerapkan prinsip expert lead expert. Apple yakin akan lebih mudah mengelola seseorang yang sudah ahli dibandingkan melatih seseorang untuk menjadi seorang ahli. Apple mengumpulkan para ahli dan menciptakan suatu kekuatan untuk mendorongnya suatu inovasi.
- Pemahaman yang detail, Kepemimpinan Apple menekankan pentingnya memahami detail organisasi mereka tiga tingkat ke bawah untuk pengambilan keputusan lintas fungsi yang efisien. Pemahaman mendalam dalam detail ini adalah pusat dari operasi perusahaan, Para pemimpin Apple adalah ahli di bidang mereka, memungkinkan mereka untuk mendorong, menyelidiki, dan peka terhadap masalah, memusatkan perhatian mereka pada detail yang paling penting.
- Kemampuan untuk berdebat secara kolaboratif, kolaborasi di Apple bukan hanya tentang bekerja sama secara harmonis. Perbedaan pendapat yang memicu adanya diskusi atau mungkin perdebatan yang intens antara anggota tim, namun adanya perdebatan ini diharapkan dapat memunculkan suatu solusi terbaik. Hal ini membutuhkan keterbukaan pemikiran dari para pimpinan senior. Jika perdebatan berakhir dengan jalan buntu dibutuhkan manajer dengan tingkat lebih tinggi, seperti CEO dan VP untuk turun tangan sebagai pemecah masalah yang terjadi. Ini juga mengharuskan para pemimpin untuk menginspirasi, mendorong, atau mempengaruhi kolega di bidang lain untuk berkontribusi dalam mencapai tujuan mereka.
Di antara sekian banyak perusahaan besar, organisasi fungsional yang diterapkan oleh Apple termasuk hal yang jarang terjadi, bahkan unik. Hal ini bertentangan dengan teori manajemen yang berlaku bahwa perusahaan harus melakukan reorganisasi ke dalam divisi dan unit bisnis saat mereka tumbuh lebih besar, namun transformasi yang sebenarnya mengharuskan para pemimpin juga beralih ke organisasi fungsional. Rekam jejak Apple menunjukkan bahwa imbalannya dapat sesuai dengan resikonya. Pendekatannya dapat memberikan hasil yang tidak biasa.
Keberanian dan keberhasilan Apple dalam inovasi dapat dikaitkan dengan struktur organisasi dan model kepemimpinannya. Dengan menerapkan struktur organisasi fungsional, Apple mendorong kolaborasi lintas fungsi dan memungkinkan adanya koordinasi kolaboratif antara berbagai tim spesialis. Adanya perdebatan juga diskusi dan keterbukaan pikiran yang kolaboratif akan mendorong pengambilan suatu kesimpulan yang baik dan inovatif.
Artikel ini diadaptasi dari artikel “How Apple Is Organized for Innovation” publikasi Harvard Business Review (https://hbr.org/2020/11/how-apple-is-organized-for-innovation)